Ingin Sayur Asem Go International
(Republika Online, 5 Juni 2005)
Menerapkan sistem bagi hasil, memenuhi kepuasan pelanggan, dan mengembangkan suasana kerja kekeluargaan menjadi kunci sukses bisnis resto Berbisnis bagi Velly Kristanti bukanlah hal yang baru. Namun, membuka resto tradisional merupakan hal yang baru. ''Saya senang makan.
Karena kesenangan itulah saya tertarik untuk membuka usaha resto makanan. Hal lain yang mendorong juga karena masakan ibu saya enak. Maka saya ajak ibu saya untuk membuka resto dan tentunya dengan resep makanan ibu saya itu,'' ungkap Velly. Karenanya berdirilah resto tradisional Sunda dengan nama Pondok Sayur Asem.
Sebelum berwiraswasta Velly sempat bekerja di kantor periklanan. Bagi wanita ini menjadi karyawan membuat dirinya tidak leluasa menentukan ide dan kreativitas sendiri. Atas dasar itulah ia memutuskan keluar dari pekerjaan pada 2000 dan memulai membuat bisnis sendiri. ''Saya buka katering. Karena tidak bisa diam dan merasa pernah berpengalaman di advertising, saya akhirnya buka advertising sendiri,'' ujar Velly.
Kedua bisnis ini pun berjalan, ibu dua anak ini merasa menemukan dunianya. Ide dan kreativitas dapat ia kembangkan sesuai dengan keinginannya. Namun, tampaknya Velly merasa belum cukup puas dengan kedua bisnisnya ini. Ada suatu keinginan yang sudah tertanam lama di benaknya untuk membuka satu usaha lagi yang memang sesuai dengan hobinya, yakni makan. Maka pada 2002 berdirilah Pondok Sayur Asem. ''Saya senang belajar, apa saja saya coba, jadi tidak salah kalau saya mencoba membuka usaha resto yang sesuai dengan hobi saya, makan,'' katanya.
Velly lantas menuturkan ihwal pemberian nama Pondok Sayur Asem untuk restonya tersebut. ''Ada yang unik dari bermacam menu masakan Sunda yang disajikan ibu saya, yakni sayur asem. Rasanya enak, benar benar asem dan segar. Maka atas dasar itulah resto saya ini diberi nama Pondok Sayur Asem,'' jelasnya. Sehingga di resto ini sayur asem menjadi menu wajib yang disajikan gratis.
Velly memutuskan terjun ke bisnis resto dan katering, karena manusia itu setiap hari perlu makan. ''Saya berpikir bahwa makanan merupakan kebutuhan manusia. Motivasi saya lainnya, yakni saya ingin makanan Indonesia menjadi mendunia. Obsesi saya kenapa tidak Pondok Sayur Asem suatu saat hadir di Amerika dan di belahan dunia lainnya, seperti resto Mc Donald,'' tandasnya.
Sistem bagi hasil
Dengan modal awal sekitar Rp 100 juta yang digunakan untuk sewa tempat selama enam tahun sampai 2008, renovasi tempat, serta membeli alat-alat dapur berdirilah restonya itu pada 24 Desember 2002. Yang mendorongnya untuk terus mengembangkan resto ini adalah animo pasar yang positif. Pada saat dibuka resto ini memiliki karyawan 15 orang, sedangkan kini berkurang menjadi 12 orang. ''Itu atas dasar efisiensi,'' ujar Velly.
Dalam mengelola restonya ini Velly berusaha menciptakan suasana kerja yang penuh kekeluargaan. Bahkan, untuk menumbuhkan rasa memiliki dan mendorong kualitas kerja, ia menerapkan sistem syariah, yakni bagi hasil. ''Hal itu dimaksudkan untuk memotivasi karyawan,'' ungkapnya.
Dengan manajemen bagi hasil dan strategi pemasaran berdasarkan kepuasan pelangan ini, menurut Velly, menjadi salah satu kunci keberhasilannya mengelola restonya tersebut. ''Namanya juga usaha pasti ada cobaannya dan kendalanya terutama soal promosi dan mendapatkan pelangan,'' jelasnya. Ia sangat menekankan pemenuhan kepuasan pelanggan sebagai strategi pemasaran yang paling paling jitu. ''Prinsip saya bagaimana caranya pelangan yang baru pertama kali datang itu akan datang lagi. Untuk itu saya mempunyai strategi marketing yakni dengan membuatkan kartu member,'' terang Velly. Kini, ia menyebutkan, terdapat 600 anggota yang ada dalam daftar usahanya ini.
Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang kian bertambah banyak, Velly berencana akan mengembangkan outlet dengan sistem waralaba. ''Menurut saya itu lebih mudah dikembangkan dan dikontrol. Kelebihanya dengan sistem ini, Pondok Sayur Asem akan lebih menyebar dan pengontrolannya hanya pada standar menu dan standar tempat serta konsep sebagai resto tradisional bernuansa Sunda,'' paparnya.
Di resto ini menu lain yang ditawarkan sebagai menu unggulan yakni Gurame Cobek, Kangkung Cobek, Sop Buntut dan Udang Spesial Pledung. ''Cobek itu merupakan bumbu khas dari resto ini, rasanya sedikit pedas,'' ungkap Velly yang kini berperan sebagai supervisor saja. ''Semuanya saya percayakan sepenuhnya kepada karyawan. Setiap Minggu saya hanya terima progress report-nya saja,'' katanya. Ia mengaku, usaha restonya ini memiliki omzet mencapai Rp 40 juta per bulan dan nilai aset pun berkembang menjadi lebih dari Rp 200 juta dalam waktu 2,5 tahun.
Nama usahanya yang dianggap Velly telah mendapat tempat tersendiri bagi publik, menurutnya, ikut mempermudah upayanya menjalankan bisnis resto ini. ''Sebenarnya keuntungan resto ini dari waktu ke waktu relatif stabil. Ini kelebihan dari usaha makanan, yakni cenderung stabil bahkan keuntungan bisa dua kali lipat,'' ungkapnya.
Velly sendiri mengaku tidak mempunyai pendidikan dan keterampilan memasak atau yang berkaitan dengan usaha resto. ''Saya tidak memiliki latar belakang pendidikan bisnis, otodidak saja. Saya hanya mengikuti seminar-seminar mengenai marketing, PR, dan advertising serta pengalaman pernah bekerja di advertising,'' terangnya.
Namun, Velly tak memungkiri butuh pengorbanan untuk membesarkan usahanya ini. Terutama membagi waktu dengan keluarga dan mengurus kebutuhan rumah tangga. ''Saya bersyukur suami saya sangat mendukung bahkan ia melibatkan diri dan membantu saya dalam hal prediksi bisnis,'' katanya.
Untuk urusan rumah tangga awalnya Velly mengakui ada sedikit kesulitan untuk menyelesaikannya. ''Tapi, alhamdulillah sekarang saya sudah bisa mengaturnya,'' ujarnya. Ia berusaha membuat jadwal rutin bertemu dengan seluruh anggota keluarga setiap pagi terutama pada saat sarapan pagi. ''Sarapan pagi saya selalu bersama keluarga. Sebelum berangkat kerja pada pukul 09.00 WIB, saya selesaikan dulu urusan saya sebagai ibu rumah tangga, yakni mengurus segala kebutuhan suami saat akan berangkat kerja dan mengurus segala sesuatu kebutuhan anak-anak, terutama anak pertama yang harus saya antar kesekolah,'' jelasnya.
Kendati bisnis yang digelutinya dianggap penting, namun Velly tetap menomorsatukan keluarga sesibuk apa pun urusannya. ''Menurut saya dalam mengurus keluarga itu yang penting adalah kualitas pertemuannya bukan kuantitasnya,'' tandas Velly yang kadang kala membawa kedua anaknya ke kantornya, Arshey Communication dan ke Pondok Sayur Asem. ruz