Disini tempat kumpulan Artikel-artikel menarik, yang insya Allah berManfaat !!!

Friday, June 16, 2006

Ingin Sayur Asem Go International
(Republika Online, 5 Juni 2005)

Menerapkan sistem bagi hasil, memenuhi kepuasan pelanggan, dan mengembangkan suasana kerja kekeluargaan menjadi kunci sukses bisnis resto Berbisnis bagi Velly Kristanti bukanlah hal yang baru. Namun, membuka resto tradisional merupakan hal yang baru. ''Saya senang makan.

Karena kesenangan itulah saya tertarik untuk membuka usaha resto makanan. Hal lain yang mendorong juga karena masakan ibu saya enak. Maka saya ajak ibu saya untuk membuka resto dan tentunya dengan resep makanan ibu saya itu,'' ungkap Velly. Karenanya berdirilah resto tradisional Sunda dengan nama Pondok Sayur Asem.

Sebelum berwiraswasta Velly sempat bekerja di kantor periklanan. Bagi wanita ini menjadi karyawan membuat dirinya tidak leluasa menentukan ide dan kreativitas sendiri. Atas dasar itulah ia memutuskan keluar dari pekerjaan pada 2000 dan memulai membuat bisnis sendiri. ''Saya buka katering. Karena tidak bisa diam dan merasa pernah berpengalaman di advertising, saya akhirnya buka advertising sendiri,'' ujar Velly.

Kedua bisnis ini pun berjalan, ibu dua anak ini merasa menemukan dunianya. Ide dan kreativitas dapat ia kembangkan sesuai dengan keinginannya. Namun, tampaknya Velly merasa belum cukup puas dengan kedua bisnisnya ini. Ada suatu keinginan yang sudah tertanam lama di benaknya untuk membuka satu usaha lagi yang memang sesuai dengan hobinya, yakni makan. Maka pada 2002 berdirilah Pondok Sayur Asem. ''Saya senang belajar, apa saja saya coba, jadi tidak salah kalau saya mencoba membuka usaha resto yang sesuai dengan hobi saya, makan,'' katanya.

Velly lantas menuturkan ihwal pemberian nama Pondok Sayur Asem untuk restonya tersebut. ''Ada yang unik dari bermacam menu masakan Sunda yang disajikan ibu saya, yakni sayur asem. Rasanya enak, benar benar asem dan segar. Maka atas dasar itulah resto saya ini diberi nama Pondok Sayur Asem,'' jelasnya. Sehingga di resto ini sayur asem menjadi menu wajib yang disajikan gratis.

Velly memutuskan terjun ke bisnis resto dan katering, karena manusia itu setiap hari perlu makan. ''Saya berpikir bahwa makanan merupakan kebutuhan manusia. Motivasi saya lainnya, yakni saya ingin makanan Indonesia menjadi mendunia. Obsesi saya kenapa tidak Pondok Sayur Asem suatu saat hadir di Amerika dan di belahan dunia lainnya, seperti resto Mc Donald,'' tandasnya.

Sistem bagi hasil
Dengan modal awal sekitar Rp 100 juta yang digunakan untuk sewa tempat selama enam tahun sampai 2008, renovasi tempat, serta membeli alat-alat dapur berdirilah restonya itu pada 24 Desember 2002. Yang mendorongnya untuk terus mengembangkan resto ini adalah animo pasar yang positif. Pada saat dibuka resto ini memiliki karyawan 15 orang, sedangkan kini berkurang menjadi 12 orang. ''Itu atas dasar efisiensi,'' ujar Velly.

Dalam mengelola restonya ini Velly berusaha menciptakan suasana kerja yang penuh kekeluargaan. Bahkan, untuk menumbuhkan rasa memiliki dan mendorong kualitas kerja, ia menerapkan sistem syariah, yakni bagi hasil. ''Hal itu dimaksudkan untuk memotivasi karyawan,'' ungkapnya.

Dengan manajemen bagi hasil dan strategi pemasaran berdasarkan kepuasan pelangan ini, menurut Velly, menjadi salah satu kunci keberhasilannya mengelola restonya tersebut. ''Namanya juga usaha pasti ada cobaannya dan kendalanya terutama soal promosi dan mendapatkan pelangan,'' jelasnya. Ia sangat menekankan pemenuhan kepuasan pelanggan sebagai strategi pemasaran yang paling paling jitu. ''Prinsip saya bagaimana caranya pelangan yang baru pertama kali datang itu akan datang lagi. Untuk itu saya mempunyai strategi marketing yakni dengan membuatkan kartu member,'' terang Velly. Kini, ia menyebutkan, terdapat 600 anggota yang ada dalam daftar usahanya ini.

Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang kian bertambah banyak, Velly berencana akan mengembangkan outlet dengan sistem waralaba. ''Menurut saya itu lebih mudah dikembangkan dan dikontrol. Kelebihanya dengan sistem ini, Pondok Sayur Asem akan lebih menyebar dan pengontrolannya hanya pada standar menu dan standar tempat serta konsep sebagai resto tradisional bernuansa Sunda,'' paparnya.

Di resto ini menu lain yang ditawarkan sebagai menu unggulan yakni Gurame Cobek, Kangkung Cobek, Sop Buntut dan Udang Spesial Pledung. ''Cobek itu merupakan bumbu khas dari resto ini, rasanya sedikit pedas,'' ungkap Velly yang kini berperan sebagai supervisor saja. ''Semuanya saya percayakan sepenuhnya kepada karyawan. Setiap Minggu saya hanya terima progress report-nya saja,'' katanya. Ia mengaku, usaha restonya ini memiliki omzet mencapai Rp 40 juta per bulan dan nilai aset pun berkembang menjadi lebih dari Rp 200 juta dalam waktu 2,5 tahun.

Nama usahanya yang dianggap Velly telah mendapat tempat tersendiri bagi publik, menurutnya, ikut mempermudah upayanya menjalankan bisnis resto ini. ''Sebenarnya keuntungan resto ini dari waktu ke waktu relatif stabil. Ini kelebihan dari usaha makanan, yakni cenderung stabil bahkan keuntungan bisa dua kali lipat,'' ungkapnya.

Velly sendiri mengaku tidak mempunyai pendidikan dan keterampilan memasak atau yang berkaitan dengan usaha resto. ''Saya tidak memiliki latar belakang pendidikan bisnis, otodidak saja. Saya hanya mengikuti seminar-seminar mengenai marketing, PR, dan advertising serta pengalaman pernah bekerja di advertising,'' terangnya.

Namun, Velly tak memungkiri butuh pengorbanan untuk membesarkan usahanya ini. Terutama membagi waktu dengan keluarga dan mengurus kebutuhan rumah tangga. ''Saya bersyukur suami saya sangat mendukung bahkan ia melibatkan diri dan membantu saya dalam hal prediksi bisnis,'' katanya.

Untuk urusan rumah tangga awalnya Velly mengakui ada sedikit kesulitan untuk menyelesaikannya. ''Tapi, alhamdulillah sekarang saya sudah bisa mengaturnya,'' ujarnya. Ia berusaha membuat jadwal rutin bertemu dengan seluruh anggota keluarga setiap pagi terutama pada saat sarapan pagi. ''Sarapan pagi saya selalu bersama keluarga. Sebelum berangkat kerja pada pukul 09.00 WIB, saya selesaikan dulu urusan saya sebagai ibu rumah tangga, yakni mengurus segala kebutuhan suami saat akan berangkat kerja dan mengurus segala sesuatu kebutuhan anak-anak, terutama anak pertama yang harus saya antar kesekolah,'' jelasnya.

Kendati bisnis yang digelutinya dianggap penting, namun Velly tetap menomorsatukan keluarga sesibuk apa pun urusannya. ''Menurut saya dalam mengurus keluarga itu yang penting adalah kualitas pertemuannya bukan kuantitasnya,'' tandas Velly yang kadang kala membawa kedua anaknya ke kantornya, Arshey Communication dan ke Pondok Sayur Asem. ruz

Memancing Ikan di Tengah Daratan
(Republika Online, 8 Mei 2005)

Berdasar filosofi makan, bisnis resto dan katering dianggap memiliki potensi yang sukar padam. Menjadi pegawai sekaligus ibu rumahtangga, membuat Henny Trihandini merasa serba setengah-setegah. ''Saya rasanya berat melakoni keduanya secara maksimal, jadinya setengah-setengah,'' katanya. Karenanya, ia memutuskan berhenti bekerja sebagai pegawai negeri pada 1992. ''Bayangkan saat saya berangkat kerja pagi-pagi didalam batin saya muncul perasan dilematis, saya sebenarnya seorang istri dan ibu yang sebenarnya harus mengurus keperluan keluarga dan mengantar anak-anak sekolah, tapi itu tidak bisa saya lakukan karena harus berangkat kerja,'' tuturnya.

Sementara itu ia tak mungkin meninggalkan tanggungjawab pekerjaan. ''Kerjapun akhirnya tidak maksimal,'' imbuh Henny. Setelah berhenti bekerja ia berkomitmen untuk mencurahkan semua pikiran dan tenagannya bagi keluarga. Ternyata, karena telah terbiasa bekerja Henny lantas mencari kesibukan baru di antara waktu luangnya. Ia merasa waktu luangnya kini terasa lebih panjang dan ingin membuat kegiatan produkstif yang tak perlu meninggalkan keluarga.

''Sebenarnya awalnya saya tak terpikir untuk berbisnis,'' ujar Henny. Bermula tatkala hendak mencari tempat makan yang nyaman bagi keluarga di Depok, tapi tak ada yang sesuai baginya. Lantas muncullah ide untuk membuka usaha restoran keluarga. Pada 1993, Henny memberanikan diri membuka sebuah rumah makan di pusat kota Depok, Jalan arief Rahman Hakim dengan nama Diego's, diambil dari nama anak keduanya.

Restoran itu kemudian menjadi tujuan keluarga yang lumayan besar di Depok. Banyak pelangan yang menggunakan rumah makan ini untuk berbagai macam kegiatan dan pesta keluarga. ''Lalu saya punya ide lagi kenapa tidak sekalian bikin usaha katering,'' kata Henny. Pada 1994 ia mendirikan usaha katering, Andini Catering, dari nama anak sulungnya yang dikenal sebagai penyanyi muda, Andien. Usaha katering berkembang sampai sekarang, tapi tidak demikian dengan restoran yang terpaksa ditutup pada 1995. ''Saya baru kembali membuka usaha restoran pada tahun 1997, restoran itu bernama Pondok Ikan Gurame di Kebon Sirih, Jakarta Pusat,'' ujar Henny yang sebenarnya cukup trauma dengan usaha restoran.

Dari kegagalan yang ada Henny belajar untuk mengembangkan restoran Pondok Ikan Gurame lebih baik dan hati-hati. Dalam waktu tak lama restoran barunya pun digemari masyarakat. Pelangan yang datang kebanyakan orang-orang kantoran. Lama kelamaan nama Pondok Ikan Gurame pun menjadi ikon yang cukup dikenal. Setahun kemudian, pada 1998, Pondok Ikan Gurame membuka outlet di Pasaraya Manggarai disusul pada 1999 di Pasaraya Blok M dan Ciputat. Selanjutnya, pada 2000, buka di Depok.

Saat memutuskan membuka Pondok Ikan Gurame di Depok, Henny mengungkapkan, tak sedikit yang pesimis. ''Banyak teman-teman saya menganggap prospeknya tidak bagus karena terletak di daerah yang cukup sepi, yaitu di Jalan KSU, Kota Kembang, Depok. Tapi, saya tidak hiraukan karena saya mempunyai pemikiran kedepan dan keyakinan bahwa bisnis makanan akan diburu orang kalau menu yang disajikan memang enak, selain konsep tempat yang unik dan nyaman sekalipun tempat itu jauh untuk dijangkau,'' jelas Henny.

Ia menawarkan juga menu ikan-ikan segar yang dipilih sendiri oleh pembeli lalu dimasak, Menurutnya, dalam berbisnis harus terus mempunyai ide baru yang dibungkus konsep yang kuat. ''Konsep menu sehat dan segar itu tak semata-mata berorientasi bisnis, tapi ada misi mengajak masyarakat luas untuk hidup sehat. Makan ikan itu relatif sehat, rendah kolesterol, tinggi protein,'' kata Henny. Menu makanan di Pondok Ikan Gurame ini diklaim Henny sebagai menu makanan nusantara. Hal itu tidak lain karena makanan yang disajikan terdiri dari beragam makanan dari daerah-daerah seluruh Indonesia. ''Ada Pecel Lele, Ikan Rica-rica Menado, Sup uah Asam, Riau, Nasi Timbel Sunda, dll,'' jelas Henny.

Filosofi makan
Henny memulai bisnis dengan modal awal Rp 50 juta. Kini ia memiliki sekitar 200 karyawan di lima outlet dengan omset kurang lebih Rp 100 juta per bulan. ''Alasan berbisnis makanan ini berangkat dari filosofi sederhana bahwa orang hidup itu perlu makan dari mulai dilahirkan sampai ajal menjemput. Tapi, tentunya makanan yang sehat,'' ujarnya.

Persaingan dan fluktuasi harga diakui Henny sebagai tantangan terbesar bisnisnya. ''Tapi, alhamdulillah bisnis makanan relatif tahan badai, terutama saat krisis moneter berlangsung,'' terangnya. Henny mengungkapkan, semuanya dapat dilaluinya dengan kuat berkat dukungan suami dan ketiga anaknya. ''Merekalah yang memotivasi saya sehingga saya mendapat kepuasan batin dan dapat membantu keuangan keluarga,'' katanya. Cita-cita Henny memiliki kegiatan tanpa harus terikat dengan jam kerja dan tetap dapat mengurus keluarga pun tercapai. ''Saya sekarang bisa kerja sambil mengantar anak sekolah atau membawa anak-anak ke tempat kerja saya. Sambil bekerja saya bisa berdiskusi mengenai segala sesuatu hal termasuk soal perkembangan bisnis ini dengan keluarga,'' sambungnya.

Henny pun kini melebarkan sayap bisnisnya dengan membuka Warung Pasar Ikan di Jalan Akses UI, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Usaha ini sedikit berbeda dengan restorannya. Menu utama yang ditawarkan adalah segala macam jenis ikan laut. ''Pelangan dapat memilih ikan-ikan laut yang segar kami hanya menyiapkan bumbu selanjutnya pelangan juga memilih cara memasaknya, dibakar, direbus atau digoreng,'' jelasnya. Konsep produknya mirip dengan tempat-tempat makan di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara. ''Daripada harus jauh-jauh makan ikan laut segar ke Muara Angke, kenapa tidak saya hadirkan saja disini,'' ujar Henny. Ia pun menggotong motto untuk usaha barunya, sehat, segar, dan dekat. Jadi, untuk makan ikan tak harus mendekati laut.

Nama: Henny Trihandini
Tempat Tanggal Lahir:12 Juli 1957
Pendidikan: S1 ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Nama suami: Didiek Haryadi
Nama anak: Andini Aisya Haryadi (Andien), Muhammad Diego Januar (Diego) dan Dias Khadijah Kinanti (Dias).
Bisnis: resto dan kateringMerek Dagang: Andini Catering, Pondok Ikan Gurame, dan Warung Pasar Ikan

Monday, June 12, 2006

Kisah Sukses Bekas Tentara yang Miliki Tempat Kos
(Kompas-Senin, 12 Juni 2006)

Sutarto (56) mempersiapkan masa pensiunnya dengan terencana. Setelah tidak aktif dinas di TNI Angkatan Laut, Sutarto yang pernah mengajar di Lemhannas ini membangun rumah kos di atas lahan seluas 1.450 meter persegi di Kelurahan Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok.

Beroperasi sejak tiga tahun silam, rumah kos yang diberi nama Griya Nafan’s itu berlantai dua dan memiliki 87 kamar. "Saya dan istri sudah memikirkan masa depan. Bisnis kos tak pernah rugi, dan stabil. Lagi pula, ini bukan bisnis murni karena secara tak langsung ikut membangun bangsa," ungkap Sutarto dalam percakapan dengan Kompas pertengahan Mei lalu.

Sutarto yang terakhir berpangkat laksamana muda itu menerapkan pengawasan ketat di rumah kos yang dikhususkan untuk putri itu. Mereka yang pulang di atas pukul 22.00 diwajibkan melapor ke penjaga di gerbang. "Saya biasakan mereka hidup disiplin. Saya tak ingin terjadi sesuatu pada mereka. Kalau ada masalah, dapat cepat diselesaikan," kata lelaki kelahiran Sragen, Jawa Tengah, itu sambil menyebut bahwa 30 persen orangtua penghuni kosnya tinggal di Jakarta.
Dititipi anak

Menurut Sutarto yang masuk Akademi Angkatan Laut tahun 1973 itu, ia merasa dititipi anak, apalagi anak perempuan, sehingga ia menganggap anak-anak kos itu anaknya sendiri. Ia menyempatkan diri datang, mengontrol, mengawasi anak-anak kos agar orangtua mereka tidak waswas, terutama mereka yang berasal dari luar kota. Karena itu, ia sering bolak-balik dari rumahnya di Pondok Cibubur, Cimanggis, ke rumah kos miliknya di Pondok Cina.
Lokasi rumah kosnya tak jauh dari Jalan Margonda Raya, jalan utama di Kota Depok. Juga tidak jauh dari pusat perbelanjaan Margo City, Depok Town Square, dan Toko Buku Gramedia.
"Lokasi strategis inilah yang membuat rumah kos ini jarang sepi karena aksesnya mudah. Mahasiswa UI yang membawa kendaraan sendiri dapat lewat Jalan Margonda ke gerbang utama UI. Kalau yang berjalan kaki, lewat belakang, melalui pintu Stasiun UI. Mahasiswa Gunadarma pun cukup berjalan kaki menuju kampus di Margonda, naik kendaraan ke kampus di Kelapa Dua. Selain itu, kami utamakan kenyamanan dan keamanan," paparnya.
Dari 87 kamar yang harga sewa per kamar Rp 325.000 per bulan, saat itu terisi 84 kamar. Artinya, pendapatan sebulannya Rp 27,3 juta. Jika dikurangi biaya operasional sekitar Rp 10 juta untuk gaji pegawai dan perawatan, ia memperoleh pendapatan bersih sekitar Rp 17 juta!
Pembayaran biaya kos ditentukan antara tanggal 1 sampai 10. Jika lewat tanggal 10, penghuni kos wajib membayar denda. Hari pertama Rp 10.000, selanjutnya setiap hari Rp 5.000. Sistem pembayaran dilakukan melalui ATM BCA, BII, dan Bank Mandiri. "Ini untuk mengurangi kesibukan administrasi keuangan," kata Sutarto, yang memiliki lima pegawai.
Rumah kos itu juga membuka kantin agar makanan dan minuman terjaga kebersihannya. Penghuni kos dapat mengambil sendiri dan cukup membayar Rp 3.000-Rp 5.000 sekali makan. Kantin itu dibuka pukul 06.00-22.00.
Sutarto yang menjalankan bisnis bersama istrinya, Ny Endang Pertiwi (53), juga membangun Bale Bengong atau semacam saung untuk mahasiswa beristirahat sambil menunggu jam kuliah berikutnya.
Selain berbisnis rumah kos, Sutarto yang memiliki dua putra ini juga menjalankan usaha penangkapan ikan tuna di Bali, sesuai dengan latar belakangnya. "Yang penting, kita harus selalu bersyukur dan menikmati hidup. Tak boleh ngoyo. Kalau dapat membantu orang lain, saya bahagia," katanya tentang filosofi hidupnya. (KSP)